Ayo Budayakan Gemar Ikan!
Dengan aksi Gemarikan, pemerintah mendorong masyarakat lebih banyak mengkonsumsi ikan, diet plastik, sekaligus memberikan stimulus pada UKM. Konsumsi rendah di tengah stok yang meruah.
Ikan itu lezat dan bergizi tinggi. Ketersediannya pun sangat melimpah. Namun, konsumsi masyarakat Indonesia atas segala macam ikan, baik dari perairan darat (air tawar) maupun laut (air asin) belum cukup besar.
Gerakan memasyarakatkan makan ikan (Gemarikan), yang dimotori oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pun tidak pernah berhenti mengebul.
Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono, sebagaimana pendahulunya Susi Pudjiastuti, gemar mentraktir warga makan ikan. Mereka bisa mengirim satu atau dua ton ikan segar ke pesantren untuk disantap bersama-sama, dalam kaitan pelaksanaan program Gemarikan. Kampanye makan ikan digencarkan, dengan tagline “tak kenal maka tak sayang”.
Gemarikan terus berlanjut di 2022, dan kali ini bobotnya lebih serius karena dikaitkan dengan program melawan stunting, yakni gejala hambatan pertumbuhan (fisik dan kecerdasan), akibat kekurangan asupan makanan bergizi.
Sebagai bagian dari program Gemarikan, di sepanjang Maret–Juli 2022 ini, 55.000 paket produk ikan olahan, akan dibagikan ke warga di 21 provinsi.
Gerakan Gemarikan ini, pada Kamis, 10 Maret 2022 menyasar dua kelurahan di Kota Cilacap, Jawa Tengah, yakni Gumilir dan Kubangkangkung. Sasaran ditentukan dengan mengacu angka stunting pada lingkungan setempat.
"Kita tidak asal pilih daerah yang akan dijangkau oleh serbuan Gemarikan," kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Artati Widiarti, dalam keterangan persnya. Sebanyak 250 paket ikan siap saji dibagikan untuk masing-masing warga di kedua lokasi. ‘’Untuk mendorong warga mengonsumsi ikan,’’ Artati menambahkan.
Ikan yang dibagikan di kedua kelurahan itu sengaja dipilih dari hasil olahan terbaik dari UKM yang ada di Kota Cilacap.
Ada tujuan tambahan, yakni promosi UKM setempat dan memberikan stimulus bagi UKM terkait program pemulihan ekonomi nasional.
"Inilah mengapa Gemarikan jadi stimulus, karena yang kita bagikan adalah produk UKM di sekitar, jadi biar masyarakat lokal juga mengenal, ada lho olahan enak di dekat sini," ujar Widya Rustanto, Kepala Balai Besar Pengujian Penerapan Produk Kelautan dan Perikanan (BBP3KP), yang mendampingi Dirjen Artati Widiarti ke Cilacap.
Bukan hanya ikan siap saji buatan UKM setempat, Artarti dan Widya Rustanto membagikan kaos T-shirt serta tas-kantung belanja dari kain berlogo Gemarikan.
Kantung kain ini diharapkannya dapat dibawa setiap kali warga belanja ke minimarket, pasar, atau warung, sehingga bisa menekan penggunaan kantung plastik.
‘’Kita juga mendorong masyarakat untuk diet plastik,’’ kata Widya Rustanto. Istilah diet plastik yang dimaksud ialah mengatur pemakaiannya, agar konsumsi kantong plastik di masyarakat tidak terlalu berlebihan seperti yang terjadi saat ini.
Akibatnya, sampah plastik meluap dan mencemari tidak saja area darat melainkan juga perairan sungai lalu mengalir dan mencemari laut. ‘’Kegiatan ini menjadi bagian dari program Bulan Cinta Laut,’’ Widya menambahkan.
Tidak Merata
Ada hubungan negatif antara makan ikan dan stunting. Semakin rendah konsumsi ikan (dan daging), semakin tinggi tingkat stunting, yang ditandai oleh banyaknya anak-anak bawah dua tahun (baduta), yang berat dan tinggi badannya di bawah normal. Semakin tinggi konsumsi ikan, daging sapi, ayam, susu, dan sumber protein lainnya, angka stunting semakin rendah.
Meski didorong dengan berbagai cara, termasuk melalui program Gemarikan, kebiasaan mengkonsumsi ikan oleh masyarakat Indonesia tergolong masih rendah.
Dirjen PDSPKP Artati Ardiati, mengutip hasil Susenas 2021, menyebut bahwa konsumsi ikan per kapita di Indonesia sekitar 14,6 kg.
Ada kenaikan sekitar 20 persen dalam 10 tahun terakhir. Namun versi yang lain, berbasis ikan segar utuh yang terserap di pasar domestik, konsumsi per kapita di tahun 2022 adalah 39,7 kg. Naik signifikan dari 24,6 kg pada 2010.
Walaupun begitu, kenaikan konsumsi ikan di Indonesia belum terpacu cukup tinggi. Walhasil, konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia masih di bawah negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Kamboja, Myanmar, dan Vietnam.
Namun, sejumlah data menunjukkan secara konsisten bahwa konsumsi ikan di Indonesia lebih tinggi dari Thailand dan Filipina.
Secara umum, konsumsi ikan masyarakat Indonesia bagian Timur lebih tinggi dibandingkan yang di bagian barat (kecuali Provinsi Aceh).
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa tengah adalah dua provinsi dengan konsumsi terendah, disusul Jawa Barat dan Jawa Timur.
Sedangkan Provinsi Maluku dan Sulawesi Tenggara mencatat konsumsi tertinggi, disusul Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, serta Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, kelompok ikan tuna, tongkol, dan cakalang paling banyak dikonsumsi dengan porsi 16.45 persen.
Kemudian disusul dengan kelompok ikan dan makanan jadi (KIMJ) seperti bakso, sosis, nugget, dan lainnya sebesar 9,02 persen.
Lantas, berturut-turut disusul oleh kelompok ikan lele, patin, dan gabus 7,92 persen, kembung 6,65 persen, bandeng 5,43 persen, mujair/nila 5,26 persen, udang dan cumi 3,87 persen, teri 3,36 persen, ikan asin 2 persen, dan kembung asin 1,36 persen.
Kadar protein ikan segar atau olahan cukup tinggi, seperti cakalang 24,2 persen, tuna 23,7 persen, bandeng 21,7 persen, lemuru 20,2 persen, ikan mas 16 persen, ikan pindang 27 persen, ikan asap 30 persen, ikan asin 42--50 persen, udang segar 21 persen kandungan lemak ikan rendah umumnya di bawah 5 persen.
Ikan juga kaya akan Kalsium (K), Fosfor (P), Besi (Fe), Vitamin A dan B1. Pendek kata, kualitas nutrisi ikan tidak kalah dari daging sapi, ayam, apalagi tahu-tempe.
Meskipun begitu, yang dikonsumsi masyarakat masih terlalu kecil dari jumlah yang tersedia. Sejumlah masalah laten masih menghadang.
Ikan berkualitas tinggi di Indonesia lebih banyak untuk ekspor. Distribusi ke pasar domestik masih dibebani problem pengangkutan, kemasan, dan penyimpanan.
Tapi urusan yang paling alot adalah tradisi agraris, yang lebih mengutamakan daging ayam, kerbau, sapi, kambing, atau domba.
Maka, aksi Gemar Ikan memang tak boleh berhenti.
Terima Kasih.
Sumber: indonesia.go.id
Post a Comment