Seni Pembuatan Kapal Pinisi (2017): Warisan Budaya Dunia Tak Benda
Boedaja - Seni Pembuatan Kapal Pinisi (2017): Warisan Budaya Dunia Tak Benda merupakan tema artikel kali ini yang akan Admin bagikan informasinya kepada Anda.
Pinisi ditetapkan sebagai ICH UNESCO pada sidang Komite Intergovernmental Committee (IGC) ke-12 di Pulau Jeju, Korsel, 4-9 Desember 2017.
Pinisi diinformasikan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud kepada Puslitbang Kebudayaan, Kemendikbud.
Selanjutnya, mengacu pada jenis sistem layar (rig) dan layar ‘sekunar Sulawesi’, Pinisi dinominasikan ke dalam ICH UNESCO.
Gambar1 |
Pinisi resmi tercantum di daftar Representatif Warisan Budaya Tak Benda Manusia tahun 2017.
Pengakuan oleh UNESCO ini tentunya setelah melalui proses penyeleksian yang ketat dan dedikasi tinggi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan dan Puslitbang Kebudayaan, Kemendikbud dan beberapa pihak lainnya sejak tahun 2014.
Di antaranya adalah Kepala Puslitbang Kebudayaan, Dr. Hurip Danu Ismadi beserta tim administratif dan tim penelitinya, yaitu Ihya Ulumuddin, Darmadjati Kun Marjanto dan diperkuat oleh narasumber utama, H. Abdullah dan H. Muslim Baso.
Selanjutnya berkas nominasi Pinisi yang lengkap dikoordinasikan dengan Direktorat Internalisasi Nilali dan Diplomasi Budaya (INDB), Ditjen Kebudayaan khususnya dengan Direktur INDB, Dyah Hariati didampingi oleh Erry Rosdi, Maya Khrisna.
Koordinasi dimaksud termasuk melakukan kunjungan penelitian ke Bulukumba untuk memastikan kelengkapan berkas nominasi Pinisi.
Hasil penelitian selanjutnya diverifikasi dan divalidasi dengan dukungan tokoh agama, akademisi, dinas kebudayaan, dinas kehutanan, Pantrita Llopi, Sawi, Sambalu dan pemerhati Pinisi.
Usaha tim membuahkan hasil dimana bukti dan berkas terkait Pinisi, berhasil memenuhi kriteria 1, 3 dan 5 ICH sehingga memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai ICH UNESCO.
Pengakuan seni pembuatan perahu Pinisi sebagai Warisan Budaya Tak Benda diberikan karena arti penting pengetahuan akan teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia dan diturunkan dari generasi ke generasi dan terus berkembang hingga sekarang.
Kapal kebanggaan masyarakat Bugis ini dibuat dengan material kayu tanpa menggunakan paku.
Meskipun semua material dasar berasal dari kayu, perahu Pinisi dikenal sebagai penjelajah samudra yang sangat tangguh sejak abad ke-14.
Saat ini, pusat-pusat pembuatan kapal berlokasi di Tana Beru, Bira dan Batu Licin dan sekitar 70% populasi memiliki mata pencaharian dengan pekerjaan yang berhubungan dengan pembuatan kapal dan navigasi.
Pekerjaan membuat kapal dan pelayaran, selain sebagai andalan ekonomi, namun juga menjadi kegiatan sehari-hari masyarakat lokal.
Gambar 2 |
Transmisi pengetahuan dan keterampilan atau seni membuat Kapal Pinisi terus dilakukan dari generasi ke generasi, baik melalui inisiatif pemasaran dan media lainnya seperti penerbitan buku tentang Kapal Pinisi atau Seni Membuat Kapal Pinisi.
Terima Kasih.
Post a Comment